Cari Blog Ini

Sabtu, 30 Oktober 2010

gambaran kesiapan masyarakat menghadapi penyakit pasca banjir di Dusun Lohgawe Desa Gawerejo Kecamatan Karangbinangun

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Indonesia sebagai negara kepulauan, secara geografis terletak pada titik pertemuan antara tiga lempengan besar, yaitu lempengan Eurasian di utara, lempengan pasific di timur dan lempengan Indo Australia di selatan, menyebabkan Indonesia menjadi daerah yang mempunyai resiko tinggi terhadap bencana alam, seperti gempa, letusan vulkanik, gelombang Tsunami, tanah longsor, banjir dan lain sebagainya. Bencana pada dasarnya dapat terjadi karena memang merupakan gejala alamiah atau Natural Disaster dan bencana akibat ulah manusia atau Man Made Disaster. (Depkes RI, 2006).
Fenomena banjir bandang dan tanah longsor adalah suatu fenomena  alam yang jamak di muka bumi ini. Secara umum, ketika  sebuah sistem aliran sungai yang memiliki tingkat kemiringan sungai yang relatif tinggi, apabila di bagian hulunya terjadi hujan yang cukup lebat, maka potensi terjadinya banjir bandang  relatif tinggi. Tingkat kemiringan sungai yang relatif curam ini dapat dikatakan sebagai faktor “bakat” atau bawaan.  Sedangkan curah hujan adalah salah satu faktor pemicu saja.
Banjir menimbulkan dampak lumpuhnya perekonomian. Sarana vital dan infrastrukture, misalnya jalan tol, jalan protokol. Public Transportation misalnya kereta api, bis, pesawat udara, kantor, pertokoan. Selain itu juga banjir mengakibatkan timbulnya penyakit pasca banjir diantaranya diare, demam berdarah, Leptospirosis, ISPA, cacingan. Penyakit kulit dan berbagai penyakit penyerta lain (Lilis Wijaya,2008).
Dalam hal ini peran masyarakat berperan penting dalam menghadapi bencana alam yang terjadi. Peran masyarakat menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu (Nasrul Effendy,1998).
Data banjir di wilayah Kabupaten  tahun 2008 mengakibatkan timbulnya penyakit Diare sebanyak 30 orang, DBD sebanyak 5 orang, ISPA sebanyak 40 orang, dan penyakit kulit sebanyak 50 orang (Depkes RI, 2008). Sementara tahun 2009 data Satlak Penanggulangaan Bencana Kabupaten Lamongan hingga Sabtu 14 Februari 2009 menyebutkan kerugian mencapai      Rp. 18,241 Miliar. Sedangkan data jumlah penyakit pasca banjir belum di ketahui, hal ini di sebabkan adanya banjir susulan (Dinkes Lamongan,2009). Dan dari survey awal terhadap korban banjir di Dusun Lohgawe Desa Gawerejo Kecamatan Karangbinangun tanggal 15 Pebruari 2009, dari 251 orang korban banjir, 12 diantaranya mengalami gatal-gatal dan 5 mengalami diare. Dengan demikian masalah penelitian adalah masih adanya masyarakat yang masih belum siap dalam menghadapi penyakit pasca banjir. Adapun faktor yang kemungkinan dapat mempengaruhi antara lain: Pengetahuan, ekonomi, sosial budaya, pengalaman, peran petugas kesehatan, dan transportasi.
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengideraan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni: indera penglihatan, pendengaran, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga. Dari pengetahuan manusia dapat dimengerti dan diketahui lingkungan yang bersih dan kurang bersih (Soekidjo Notoatmodjo, 2003). Semakin tinggi pengetahuan korban banjir tentang pentingnya menyiapkan masyarakat dalam menghadapi penyakit pasca banjir diantaranya dengan menjaga kebersihan dan sanitasi. Sebaliknya semakin rendah pengetahuan dapat meningkatkan resiko terjangkitnya penyakit pasca banjir.
Masalah ekonomi atau kemiskinan akan sangat mengurangi kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat mereka terhadap gizi, perumahan kebersihan diri dan lingkungan yang sehat jelas kemungkinan itu akan dengan mudah dapat menimbulkan penyakit (Nasrul Effendy, 1998). Semakin tinggi tingkat ekonomi masyarakat, semakin tinggi pula kemampuan seseorang dalam mempersiapkan segala sesuatu baik berupa dana maupun kesiapan membeli peralatan menghadapi penyakit pasca banjir, semakin rendah tingkat ekonomi masyarakat semakin rendah pula kemampuan masyarakat mempersiapkan diri menghadapi penyakit pasca banjir.
Menurut Soerjono Soekanto (2005), sosial budaya adalah Kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan lain kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Semakin tinggi budaya masyarakat semakin tinggi pula kepedulian mereka akan kesiapan dalam menghadapi penyakit pasca banjir, sebaliknya semakin rendah budaya masyarakat semakin rendah pula kepedulian mereka akan kesiapan dalam menghadapi penyakit pasca banjir.
Pengalaman merupakan segala sesuatu yang telah diketahui dan dikerjakan. (Lilis Wijaya, 2008). Masyarakat yang sudah berpengalaman dengan bencana banjir mereka akan lebih dini dalam mempersiapkan diri menghadapi bencana banjir terutama penyakit pasca banjir.Sebaliknya pada masyarakat yang tidak berpengalaman menghadapi banjir, mereka akan kesulitan dalam mempersiapkan diri menghadapi penyakit pasca banjir.
Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdi diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau ketrampilan melalui kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan (Djoko Wijono, 1999). Semakin dekat keberadaan tenaga kesehatan, semakin berperan dalam memberikan pendidikan kesehatan tentang kesiapan menghadapi penyakit pasca banjir, maka kemungkinan dapat meminimalisir terjadinya penyakit pasca banjir. Sebaliknya bila keberadaan tenaga kesehatan semakin jauh dengan masyarakat, maka kesiapan menghadapi penyakit pasca banjir semakin rendah, dan kemungkinan penyakit pasca banjir akan meluas di masyarakat.
DST.................ANDA BUTUH LENGKAP SAMPAI BAB TERAKHIR DAN LAMPIRANNYA SAMPAI DATA SPSS DALAM BENTUK DATA WORD.....HUBUNGI 085645040345

Tidak ada komentar: